Proporsional…

Tidak mungkin seorang pemimpin mengambil “rezeki kerja” bawahannya. Tidak mungkin perusahaan besar ikut juga menggarap sektor bisnis mikro. Semua pasti kacau. Karena ada yang dilanggar. Harusnya semua proporsional.

Sudah menjadi sunnatulloh-nya, semua hal itu harus sesuai proporsinya. Tak terkecuali dalam konteks ekonomi syariah. Itu juga yang kami ketahui saat mengikuti webminar dengan teman Integrasi Keuangan Syariah yang ditaja teman-teman dari Kota Tahu Takwa itu, FEB IAIN Kediri.

Menghadirkan pembicara dari UIN Sunan Ampel, Surabaya, Bu Fatmah, Seminar online itu menjadi sangat menarik. Menampar banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan ekonomi syariah, yang seolah-olah mandeg, tidak membumi. Bahkan masyarakat masih lebih berminat dengaan layanan keuangan konvensional, yang terkesan lebih profesional, lebih murah de el el.

Banyak materi yang menyadarkan kita bagaimana roadmap sebenarnya dari perkembangan Ekonomi Syariah dinegeri kita. Yang mengakunya jumlah muslim terbanyak dunia, namun kondisi ekonominya belum bisa sebaik negara yang jumlah muslimnya minoritas. Ini semua karena salah satunya yang paling dasar adalah tidak proporsionalnya dalam penerapan dilapangan.

Salah satu kasus tidak proporsionalnya adalah layanan keuangan syariah.

Pernah dalam satu forum, ujar Bu Fatmah yang orang Makasar tapi sangat kental banget Suroboyoan-nya itu, para pengelolan Bank Wakaf Mikro (BWM), Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) pada berbangga-bangga akan kapasitas luncuran kredit yang mereka gelontorkan, tak jarang sampai puluhan hingga ratusan juta. Ini jelas keleru, ujar Bu Fatmah dengan khas Suroboyoan-nya.

Bagaimana ini tidak seproporsional mungkin?

Karena BWM dan BMT secara roadmapnya memang tidak boleh menggarap kredit dengan jumlah yang areanya sudah masuk level Bank Syariah. Mengapa?

Karena jika disibukkan dengan kredit dengan level yang tinggi, lantas siapa yang mengelola para mustahik, para kaum berkekurangan yang mereka memiliki jiwa wirausaha. Siapa juga yang membina mereka jika BWM dan BMT sibuk mengurusi nasabah dengan kapasitas besar?

Demikian juga sebaliknya, jika sekelas lembaga keuangan diatas BWM dan BMT bermain di area ultra mikro ke bawah juga akan membutuhkan biaya yang besar, tentu tidak elak jika tidak ada yang mau, wal hasil, tidak ada yang mengurusi peningkatan kaum paling bawah tersebut.

Ini juga bisa dilihat dari nilai pinjaman yang diperkenankan, maksimal hanya 3 jt, paling mentok 5 jt. Bisa kita kalkulasi sebagai berikut:

Jika suatu lembaga keuangan dengan bangga telah menyalurkan kredit senilai 1 M, kepada dua orang pengusaha kecil katakanlah, masing-masing senilai 400 jt dan 600 jt. Yahh yang dibantu hanya 2 orang?

Bisa kita bayangkan jika kredit tersebut sesuai proporsinya, anggap hitungan kredit kecil, senilai 1 jt, untuk membuka usaha kecil, gorengan, bakso bakar, es kelapa dll yang tidak membutuhkan modal yang besar. Dengan demikian, nilai 1M tadi jika dibagi 1jt, maka akan dapat memberi modal usaha bagi 1.000 orang, yahh 1.000 orang. Betapa jauh beda nilai saling menolongnya jika sesuai proporsi.

Berikut kita kutip roadmap integrasi keuangan syariah, agar menjadi gambar buat kita semua. Untuk bisa mengambil porsi kontribusi kita terhadap ummat. Semoga…

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment