Cerita Sahabat Imigran Dari Yaman, Dari Syiah sampai Jama’ah Tabligh

Namanya Abdul, dekil, hitam licin kulitnya tipikal seperti orang afrika. Tapi jangan salah sangka, dia ternyata orang Yaman. Abdul merupakan salah satu dari sekian ratus imigran dari Timur Tengah yang sementara tinggal di Pekanbaru. Pekanbaru memang salah satu kota yang ditunjuk menjadi tempat penampungan sementara para “pencari suaka” dari timur tengah.

Pertemuan dengan Abdul saya syukuri sebagai takdir Alloh untuk memberi pelajaran buat saya tentang apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini dari orang Timur Tengah asli, di tempat antrian tukang pangkas. 🙂

Abdul yang berbahasa ibu bahasa arab awalnya sangat sulit berkomunikasi dengan saya yang tidak bisa banyak berbicara bahasa arab. Untungnya walau sedikit terbata-bata, Abdul bisa berbahasa Inggris, dengan sedikit koreksi dari saya di sana-sini pun komunikasi kami berjalan lancar.

Awal obrolan saya bertanya tujuan Abdul dan kawan2 dia lainnya datang ke Indonesia, Abdul bercerita bahwa tujuan dia dan kawan2nya ke Pekanbaru ini adalah dalam rangka mencari tempat suaka untuk keamanan diri karena negara mereka Yaman sedang konflik. Lebih lanjut Abdul bercerita bahwa konflik tersebut antara pemerintah dengan orang-orang Syiah. Syiah Houthi terutama.

Yaman sendiri beriibu kota di Sana’a. Abdul sendiri berasal dari kota Hadramaut, kota lembah yang sangat subur di Yaman, termasuk salah satu kota yang cukup ramai menjadi salah satu tujuan orang Indonesia mondok pesantren disana, termasuk teman Abdul yang berasal dari Pekanbaru, yang sampai saat ini belum pernah ketemu. Abdul melanjutkan ceritanya, bahwa jumlah orang Syiah di Yaman sebenarnya tidak banyak, sekitar 20-30 %, namun mereka sangat kuat dan berani memberontak karena mendapat sokongan dari dedengkot Syiah dunia, Iran. Sokongan tersebut meliputi segala hal, dari mulai dana sampai persenjataan.

Karena ada isu tentangg usaha Iran yang menyebar agen-agen Syiah nya di negeri-negeri dunia Islam, saat ngobrol dengan Abdul pun saya tetap berhati-hati. Bisa jadi Abdul juga salah satu dari agen syiah yang sedang ber-Taqiyah (berbohong) menutupi akidah syiahnya.

Obrolan kami pun mengarah pada kegiatan dia dan kawan-kawan selama di Indonesia. Abdul sendiri berujar kegiatannya tidak ada, hanya menunggu saja. Kemungkinan 6 bulan kedepan jika Yaman sudah aman, dia akan kembali ke negaranya. Sebenarnya di Pekanbaru sendiri warga sudah resah dengan keberadaan imigran, yang disinyalir selain menyebarkan ajaran syiah, terutama imigran dari Iran dan Yaman, juga mereka banyak dikhawatirnya menjalankan praktik prostitusi berkedok nikah mut’ah. Warga Pekanbaru juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena keberadaan imigran tersebut memang secara resmi. Seperti di kecamatan Rumbai, lingkungan saya. Pengurus RT dan RW tidak bisa menolak jika ada beberapa rumah kontrakannya dijadikan tempat menampung imigran tersebut, karena yang mengantar langsung imigran tersebut adalah Pak Lurah 🙂

Abdul kemudian menanyakan tentang tempat mengaji salaf di Pekanbaru, dia rindu banget belajar ilmu-ilmu syar’i. Alhamdulillah sedikit banyak saya mengetahu tempat-tempatnya. Saya berharap misalkan dia adalah orang yang benar-benar ingin belajar salaf agar menemukan tempat belajar selama di Indonesia, dan andaikan dia agen syiah, semoga saja dengan mendatangi tempat-tempat belajar ilmu syar’i dapat tersadarkan bahwa syiah itu sesat.

Abdul berkomentar, banyak sekali masjid-masjid di Pekanbaru yang dia amati tidak ada “sutroh” yang merupakan pembatas sholat pada bagian imam. Abdul berharap saya dan teman-teman lainnya di Pekanbaru bisa memberi edukasi akan pentingnya sutroh, sembari Abdul membacakan hadist mengenai sutroh. Selain itu Abdul juga bercerita tentang bid’ah-bid’ah yang menyebar di Indonesia. Mengenai hal tersebut, saya mencoba menjelaskan bahwa kami di Indonesia ini dalam berIslam ini memang banyak terpengaruhi budaya lokal, bahkan budaya para penyebar agama Islam di Indonesia, diantaranya dari Yaman, India , bahkan Iran.

Setelah ngalor-ngidul ngobrol masalah Timur Tengah, obrolan kami pun berlanjut menyangkut satu kelompok yang saya kenal Jamaah Tabligh, ternyata di Yaman dikenal dengan nama “Tabligh” saja. Aktifitas yang dilakukan juga sama, menginap di masjid beberapa hari, diluar kota, diluar negeri, mengajak tetangga sekitar masjid untuk beribadah dimasjid. Abdul juga bercerita, dia punya paman yang saat ini tinggal di Abu Dhabi, dan dia tabligh juga. Satu yang mengejutkan dari obrolan kami, Abdul menanyakan ke saya, “Are you tabligh?” , saya cuman mampu senyum, dan mengatakan, “No, i’m muslim, like you…”

This entry was posted in Kisah. Bookmark the permalink.

Leave a comment